O Bukan Hanya Sekedar Parodi Cinta Monyet atau Anjing

Saat mengetahui bahwa novel terbaru Eka Kurniawan adalah sebuah fabel, saya cukup kaget dan juga penasaran. Fabel macam apa yang akan disuguhkan oleh Eka Kurniawan, mengingat novelnya yang berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas terbilang sangat dewasa dan vulgar.  Bagaimana tidak sebab yang dibicarakan dalam novel terdahulunya itu tidak lain adalah 'burung'. Lalu apakah fabel yang ditulisnya ini berupa konsumsi anak-anak? Setelah membacanya hingga tuntas, saya rasa tidak, tidak untuk anak-anak.

Gaya bertutur Eka Kurniawan dalam novel O ini masih sama seperti novel Seperti Dendam. Cuma kali ini ceritanya sangat banyak dan panjang. Bisa dibilang cukup mengesalkan dalam artian positif.  Setiap satu BAB ada banyak hal yang diceritakan, dan setiap cerita itu dipotong dibagian serunya lalu dirubah kecerita lainnya. Ujung-ujungnya kan penasaran! Tapi walau pun demikian, Eka Kurniawan tidak memberi jeda diantara cerita-cerita tadi terlalu jauh, sehingga masih mudah diingat dan dinikmati.

Novel O adalah cerita fabel yang tidak terlalu tepat disebut fabel,  sebab ada banyak juga tokoh manusia yang muncul dan bahkan memiliki ceritanya sendiri. Jadi sebut saja novel ini sebagai semi-fabel dengan satu pondasi cerita utama, yaitu kisah cinta seekor monyet bernama O yang ingin menikah dengan kaisar dangdut.

Saat membaca novel ini saya tidak benar-benar menghitung ada berapa tokoh di dalamnya. Sebab ada banyak sekali dan memiliki cerita yang tidak kalah seru diikuti. Tidak saling berhubungan pada awalnya namun memiliki benang merah yang sama, yaitu si O dan kekasihnya Entang Kosasih (monyet yang ingin jadi manusia).

Banyak jenis cinta diceritakan dalam novel ini, demikian juga tentang kerasnya hidup, serta kejamnya manusia melebihi binatang. Seolah novel ini ingin menyampaikan bahwa binatang punya hati dan perasaan yang ternyata melebihi hati dan perasaan manusia. Kelicikan manusia serta keberutalan mereka menjadi sesuatu yang sering ditemui dalam novel ini. Tapi tetap saja dari sekian banyak manusia yang berlaku jahat, selalu ada kebaikan yang terpancar di hati mereka. Kebaikan yang kadang dikalahkan oleh nafsu serta pengaruh lingkungan sekitar.

Seperti yang dikatakan Oprah.com : "A master novelist no to be missed" Eka Kurniawan tidak ingin melewatkan satu cerita pun, semuanya dituntaskan dan punya latar belakang yang jelas. Cerita-cerita itu macam puzzle yang harus dirangkai pembaca sehingga ketika gambarannya menjadi sangat jelas, ceritanya jadi sangat kompleks.

Tema kemiskinan dengan orang-orang pinggiran selalu muncul dalam novel-novel Eka Kurniawan, seperti novel-novel terdahulunya tokoh-tokoh dalam novel ini merupakan karakter yang sering kali dipandang sebelah mata, gagal, atau merupakan sampah masyarakat. Sekali pun ada tokoh yang terpelajar serta golongan orang kaya, tetap saja tokoh-tokoh itu merupakan sosok bejat yang penuh dengan kegelapan. Mungkin saja Eka Kurniawan ingin membuka mata orang-orang bahwa apa pun status sosial seseorang, tidak menutup kemungkinan menjadi seseorang yang gagal. Kegagalan tidak hanya diukur lewat sedikit banyaknya uang yang dimiliki, melainkan lewat apa yang terjadi dan dilakukan oleh seseorang untuk hidupnya.

Setelah mencapai halaman terakhir dari novel ini saya cukup kaget melihat tahun yang tertera. Novel ini dikerjakan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2016, sungguh waktu yang sangat panjang dengan kesabaran luar biasa bisa menyelesaikan menulis novel ini. Dan wajar saja jika novel ini jadi berlebihan tebal dengan jumlah halaman mencapai 470 halaman. Dan saya berani bertaruh bahwa novel Eka Kurniawan selanjutnya akan muncul lagi dalam jarak waktu yang cukup lama. Eka Kurniawan bukanlah sosok yang suka tergesa-gesa dalam menerbitkan sebuah karya. Mungkin saja itu bagus sebab dengan begitu cerita menjadi sangat matang, walau para pembaca sempat menjadi rindu dan terus dibuat menunggu karya selanjutnya.

Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya terpikir sebuah kalimat yang saya dapat setelah membaca novel ini : Kita tidak pernah tahu bahwa ternyata banyak binatang ingin menjadi manusia, walau sekarang ini banyak manusia memiliki sifat seperti binatang.

Kita tunggu cerita macam apa lagi yang akan ditulis oleh Eka Kurniawan kedepannya. Sabar menunggu!

(Nilai : 4,5 dari 5 )

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Sembarang Pakai Kata ‘Butuh” Dengan Urang Kutai

Pengakuan Anton Chekhov dalam cerpen-cerpennya

(Review) The Stranger by Albert Camus - Kehidupan Ialah Sesuatu yang Absurd