Bersama Gaspar, Sabda Armandio Mencoba Jadi Penjahat

Membicarakan Sabda Armandio hampir sama dengan membicarakan hal aneh yang jarang kalian temui di kehidupan nyata, namun sangat asik untuk dibahas. Pada mulanya aku membaca novel pertama Sabda yang berjudul; Kamu (Cerita yang tidak perlu dipercaya)—novel itu sungguh punya cover yang bagiku sangat tidak menarik dan punya judul yang terkesan tidak penting (ini menurut seleraku lo ya!). Seolah ada kekuatan magis yang  dimiliki novel itu, tiba-tiba saja keinginan untuk membaca novel itu timbul begitu saja. Ya semacam orang yang tercebur ke laut, mencari pegangan agar tidak tenggelam. Dan novel Kamu tadi seolah berbinar bagai penyelamat—hahaha ini terlalu berlebihan.

Berawal dari kesan novel pertamanya itulah aku jadi sangat bersemangat untuk membaca novelnya yang lain. Ketika sedang membaca sebuah tulisan di blognya Bernard Batubara tentang tiga buku yang sangat ditunggu oleh Bara tahun ini, semangat menggebu membakar sukma itu kembali berkobar, sebab salah satu dari tiga novel yang dibicarakan oleh Bara adalah Novel Sabda yang akan aku bahas kali ini; 24 Jam Bersama Gaspar (sebuah cerita detektif).


Berikut beberapa poin yang bisa menjadi alasan mengapa novel ini wajib kalian baca:
  1. Novel ini merupakan pemenang unggulan Sayambara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016, dan pastinya sudah mendapat testimoni dari Dewan Juri Sayambara Novel Dewan Kesenian Jakarta. Agak membosankan kan kalau aku bikin review macam ini hehehe. Jelas ini adalah nilai tambah yang bisa membuat kalian tergoda untuk membacanya, jika pada akhirnya kalian membeli novel ini lalu tidak suka dengan isinya, kalian bisalah menyalahkan Juri Sayambara Novel Dewan Kesenian Jakarta. Dan jika saat kalian membacanya lalu tidak terlalu bisa memahami isinya, jangan coba-coba menyalahkan Sabda Armandio selaku penulisnya, sebab tugasnya hanya bercerita, urusan kalian paham atau tidak jelas itu bukan urusannya,
  2. Pengantar novel ini ditulis oleh Arthur Harahap. Siapa pula Arthur Harahap ini. Menurut Syarafina Vidyadhana—penulis di situs VICE—“Arthur Harahap adalah manusia multitalenta, hidup di Indonesia, tapi tidak akan pernah kalian dengar namanya atau kalian temukan di buku-buku sejarah. Ada banyak versi cerita yang mengklaim tahu siapa sebenarnya sosok Arthur. Sebagian orang menyebut dia seorang penulis, ada yang bilang nama ini milik pengangguran yang patut dikasihani, bahkan informasi lain menuding dia sekadar juru masak restoran padang” (kutip dari VICE, selangkapnya bisa kalian baca di sini). Lalu apa pentingnya sebuah pengantar dari seseorang yang tidak jelas asal usulnya itu? Disitulah uniknya, belum memasuki cerita yang sebenarnya, Sabda sudah membawa kita ke dalam sebuah misteri yang akan membuat kalian mencari tahu siapa sebenarnya Arthur Harahap—Ah, mungkin saja beliau adalah tetangga kalian namun kalian tidak menyadarinya,
  3. Dari judulnya saja sudah jelas bahwa ini merupakan sebuah cerita detektif. Mungkin kalian sudah mulai membayangkan semacam cerita detektif yang pernah kalian baca atau tonton di bioskop bersama sahabat karib yang super berisik—aku berani bertaruh tidak mungkin kalian memilih film detektif jika sedang berkencan bukan (itu pun jika kalian memang punya pacar sih). Aduh apa lagi ini!—Dan novel ini bukan cerita seperti itu, bukan cerita murahan tentang cerita yang memaksamu percaya bahwa kebaikan selalu mengalahkan kejahatan,
  4. Karakter utama—Gaspar—adalah seorang penjahat yang punya tujuan super jahat untuk merampok sebuah toko emas atau lebih tepatnya sebuah kota hitam yang super misterius. Tiga lelaki, tiga perempuan, dan satu motor berencana merampok toko emas. Semua karena sebuah kotak hitam. Aku sempat berpikir mengapa Sabda tidak memberi judul novel ini; Misteri Kotak Hitam Wan Ali, padahal ia berkali-kali membahas tentang novel trio-detektif dalam novel ini yang tidak lain dan tidak bukan selalu memiliki judul dengan kata misteri pada awal judulnya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, novel ini memiliki gaya tarik bukan dari judulnya, tapi lebih pada covernya yang kece badai—ini pendapat sangat pribadi,
  5. Seperti novel Sabda sebelumnya, di novel ini punya banyak kalimat-kalimat gila yang mengandung sinisme, sarkasme, namun bikin pembaca tertegun, merenung, salto, menyiram kepala dengan air dingin, lalu menangis di akhir-akhir cerita. Membaca novel ini serasa seperti bermain video game, rasa-rasanya baru saja dimulai padahal sudah berjam-jam waktu berlalu, tahu-tahu sampai ke halaman terakhir,
  6. Skip aja ya kita langsung ke poin nomor 7 wkwkwkwk,
  7. Pergi ke toko buku, beli novel ini,
  8. Sekian dan terima kasih.

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Sembarang Pakai Kata ‘Butuh” Dengan Urang Kutai

Pengakuan Anton Chekhov dalam cerpen-cerpennya

(Review) The Stranger by Albert Camus - Kehidupan Ialah Sesuatu yang Absurd