Cakap Tentang Kerja, Gaji, Cuti, Sambil Minum Kopi

Sudah lama saya tidak jumpa dengan teman saya ini, kira-kira sudah hampir tiga tahun. Saya mengundangnya ke rumah untuk minum kopi sembari mengingat hal-hal yang sudah lalu. Dalam percakapan kami, ia bertanya tentang pekerjaan saya;

Dia : Kerja apa kamu sekarang Lek (panggilan akrab dia pada saya)?
Saya : Masih sama Cok (panggilan akrab saya pada dia), kerja di Puskesmas.
Dia : (Ketawa) tahan aja ya kau kerja di sana, gajinya besar ya?
Saya : (Ikut tertawa) lumayan, walau gajinya sering telat di bayar, kadang dari januari, gajinya baru keluar bulan april.
Dia : Sadis ya. Seharusnya di pedalaman seperti ini gaji harusnya lancar jaya.
Saya : Seharusnya memang begitu, tapi apalah daya Cok, bukan Pegawai Negri, hanya Tenaga Kerja Honorer (baca : TKK), jadi ya gitu.
Dia : Lah, terus kalian para TKK gak perotes apa?
Saya : (Ketawa sinis) perotes juga gak ada gunanya Cok, orang katanya dananya memang belum ada.
Dia : Terus kalian makan gimana?
Saya : Ya pakai nasi, pakai lauk, pakai tangan lah Cok (ketawa).
Dia : Ah, gak lucu lah Lek. Aku kenal kau itu sudah lama, macam mana kau kasih makan video game mu itu?
Saya : Kalau itu ada aja sih rezekinya Cok.
Dia : Macamnya, video game mu jauh lebih kenyang dari pada kau ya.

Kami berdua pun tertawa. Saya pergi ke dapur membuat kopi, tak lama kemudian saya kembali membawa dua cangkir kopi dan sekaleng biskuit. Sambil menyedu kopi dan makan biskuit dia bercerita tentang perjalanannya tahun kemarin ke Malaysia.

Dia : Kau masih ingat kan Lek sama emak dan abang di Malaysia?
Saya : Ingat lah, baru-baru ini aku dapat kontak si Abang, dan kemaren sempat video call sama mereka.
Dia : Si abang belum juga dapat jodoh (ketawa) padahal dua adeknya sudah pada nikah.
Saya : Iya emak sampai bilang kalau usia abang tu sudah lewat buat mikirin nikah. Katanya adek abang paling muda itu sudah nikah setelah idulfitri kemaren ya?
Dia : Iya Lek, waktu itu aku ada di India jadi tak sempat lah mampir ke Johor. Bapak disana bikin kebun pisang, dah jadi juragan pisang beliau (ketawa). Awalnya memak marah ketika bapak tebang semua kebun jeruk, tapi sekarang mamak yang semangat kalau pisang sedang panen.
Saya : (Ketawa) Jadi kangen aku sama mereka Cok.
Dia : Bertulak lah kau ke sana, emak pasti senang. Lama kan kau tak disuapi makan sama emak tu. Abang tiap minggu balik ke Johor dari Kuala Lumpur demi bisa makan disuapi emak. (Ketawa)
Saya : Tak bisa lah aku bertulak ke sana Cok. Kerja ku tak bisa cuti.
Dia : Maksudnya tak bisa cuti gimana Lek. Kan ada tuh cuti tahunan.
Saya : Ah, mana ada Cok. Pernah aku ajukan cuti tapi ditolak, katanya tak ada cuti buat TKK walau pun sudah kerja lebih dari 5 tahun.
Dia : Waduh macam budak di zaman Nabi aja kau ni, kerja tak boleh cuti.
Saya : Katanya boleh cuti kecuali sakit keras, beranak, atau ada keluarga yang sakit.
Dia : Kalau itu bukan cuti namanya Lek, itu namanya keadaanmu gak bisa dipakai buat kerja. Cuti tahunan itu jelas beda lah, buat segarkan kau punya pikir, biar tak gila kerja mulu.
Saya : Gak ngerti juga aku Cok, capek memang sudah aku kerja di sini, mau cabut aja aku rasanya.
Dia : Kalau aku sih Lek, sudah cabut dari dulu kalau kerja macam tu. Kerjaan macam kau tu memang bantu orang banyak tapi hal utama yang harus kau tahu adalah kau harus bisa bantu dirimu sendiri dulu sebelum bantu orang lain.
Saya : (Hanya bisa tersenyum sinis)
Dia : Ah, sudahlah ya, itu pilihan kau lah, kau juga yang sandang (ketawa)
Saya : Setelah ini kau mau kemana Cok?
Dia : Rencananya mau ke Nunukan Lek, ada beberapa tempat wisata yang mau ku review.
Saya : Enak betul kau punya kerja tu.
Dia : (ketawa) kalau ada yang enak ngapain kerja yang susah Lek. Selamatkan lah diri sendiri sebelum menyelamatkan orang lain, jangan sampai kau tak selamat, orang lain malah mati.

Kami berbincang hingga tengah malam lewat. Keesokan harinya ia berangkat ke Nunukan dan saat ia ingin berangkat ia bilang seperti ini.
Dia : Bolehlah kalau kau jadi cabut dari kerjaan kau tu kita sama-sama menjumpai emak di Johor.
Saya : Iya Cok (Ketawa, walau dalam hati saya merasa sedih)

Kutai Barat, Kalimantan Timur, 17 Agustus 2017


Comments

Popular posts from this blog

Jangan Sembarang Pakai Kata ‘Butuh” Dengan Urang Kutai

Pengakuan Anton Chekhov dalam cerpen-cerpennya

(Review) The Stranger by Albert Camus - Kehidupan Ialah Sesuatu yang Absurd